Saturday, May 2, 2009

belajar mencangkul yang dalam


Kalau Kanjeng Nabi dulu pernah menyuruh kita semua umatNYA ini untuk mencari ilmu sampai negeri China, mungkin bukan tanpa alasan dan sekedar berbicara. Ada banyak makna disana...

Meminjam pembahasan lagu mengenai
cangkul-cangkul yang dalam (menanam jagung dikebon kita) oleh I Gde Prama. Sehubungan bertepatan dengan hari ini, tanggal 2 May. Yaitu Hari Pendidikan Nasional, saya tertarik untuk sekedar mereview ulang.

Kita semua yang pernah belajar sejarah mungkin akan tahu sosok Suwardi Suryaningrat atau yang lebih akrab disapa dengan Ki Hadjar Dewantara.
Berawal dari beliaulah sejarah Pendidikan ini (secara resmi) dimulai. Kenapa saya bilang secara resmi...? Karena sebelumnya kita juga musti tahu tentang perjuangan yang lainnya, seperti kegigihan Raden Adjeng Kartini mendirikan Sekolah Perempuan misalnya.

Maaf, saya hanya mengambil contoh dua orang tersebut, karena yang ingin saya tuliskan adalah perjuangan mereka dengan diwarnai letar belakang kehidupannya.

Kita semua tahu, baik Ki Hadjar Dewantara ataupun Raden Adjeng Kartini adalah para bangsawan yang tak kekurangan satu apa, Materi mereka tercukupi dan kehidupan mereka berlimpah. Namun pada saat itu mereka telah melek mata dengan melihat keadaan yang berada disekitarnya. Keterbelakangan adalah satu faktor perhatiannya.


***
Kembali pada lagu "Menanam Jagung di kebun kita.... Cangkul, cangkul, cangkul yang dalam" lagu ini dapat dimaknai sebagai rasa suka cita yang ada dibalik hampir seluruh kegiatan petani karena riang nada lagunya. Selain itu bisa juga diartikan sebagai perintah untuk selalu mencangkul yang dalam. Bisa berakibat pada terbentuk satu lubang yang sangat dalam atau yang sedang-sedang saja, bahkan dangkal sekalipun namun itu semua adalah tergantung pada hasil karya sang pemegang cangkulnya.

Bagi banyak orang yang hidup dikota, atau para kaum bangsawan seperti yang saya sebut diatas (Ki Hadjar D. dan RA Kartini), ini bisa tak berarti apa-apa. Hanya saja kalau kita cermati dari sudut pandang kejernihan dan kepekaan, semua hal adalah Guru-guru bagi kehidupan.

Berdasarkan atas pemikiran tentang hal tersebut ada baiknya mari kita gunakan sisa waktu yang sebentar ini untuk merenung diatas profesi petani yang mencangkul tersebut.
Melalui tangan - tangan petani , hal yang tadinya tak nampak kasat oleh mata akhirnya mampu terlihat. Melalui tangan para petani pula barang-barang yang sudah busuk bahkan kotoran hewan pun bukannya di sebarkan kebusukannya, namun sebaliknya mampu terpendam dan tersembunyikan hingga akhirnya bisa menjadi pupuk yang melahirkan tanaman yang berbuah. Dapat kita petik, sudah selayaknya kita tak usah mempergunjingkan barang-barang yang sudah busuk, termasuk aib orang lain.

Secara tak sadar akan kegiatan kita sehari-hari, apapun itu profesinya, Inti tujuan dari satu kegiatan kerja kita tak dapat dipungkiri adalah satu rangkaian kegiatan yang membuat kekuatan Tuhan dari hal yang tak nyata pada akhirnya mampu berubah menjadi nyata.


Berawal dari renungan kegiatan petani yang mampu mengolah barang kotor dan busuk menjadi pupuk. Serangkaian logika dapat kita renda disana, bahwa sangat dimungkinkan semua profesi pun bisa mengolah apapun jua yang datang menghampiri menjadi "pupuk-pupuk" kehiduan.


Masih bersama dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional 2 May 2009 ini, saya mengajak kepada teman-teman semua dan juga terutama diri saya sendiri....marilah kita bersama-sama merenung sejenak untuk mendidik diri kita, belajar dari Sang Guru yang Natural yaitu alam ini. Dimuali dari keberanian kita tuk selalu
"mencangkul yang dalam" lewat tangan kita. Bukan saja mencangkul tanah yang berada diluar, namun berharap tetap diberikanNYA kemampuan untuk selalu kuat mencangkul tanah yang berada didalam. Yaitu tanah-tanah pengertian, pemahaman, penerimaan, cinta dan tanah-tanah rasa syukur sehingga timbul rasa kebersamaan bahkan persaudaraan.

"In ja-akum fasiqun binaba-in fatabayyanu an tushibu qouman bijahalah"
Apabila datang kepadamu dukun manipulator melaporkan sesuatu, sebaiknya di tabayyunkan, di observasi, agar tidak dengan sangat mudah di makan isu dan fitnah , mudah digerogoti oleh kelompok kamu dan ormas aku atau mungkin partai mereka, karena pada dasarnya hanya kita yang menggerogoti diri kita sendiri.
(ooO~tarjamah Cak Nun~Ooo)

0 comments:

 

Copyright © 2011 | Maztrie™ MirrorPot | Ubet Ngliwet, Ngglibet Nglamet | by ikanmasteri