Gadis peniup seruling.  Ketika membaca judul journal ini maka yang saya bayangkan adalah novel  berisi cerita seru mengisahkan sesosok gadis pendekar memiliki senjata  ampuh berujud seruling.
Dan memang benar, sekilas seperti itulah  imajinasi yang terngiang diotak  saya tatkala melihat beberapa gadis  sedang berlatih memainkan seruling yang seolah sedang menarikan jemari-jemari lentiknya diatas sepotong bambu.
Berada di Taman Budaya Yogyakarta (TBY) pada Sabtu sore, 7 Januari 2012, pertama yang membuat saya  tertarik dan penasaran ingin mendekat adalah bunyi perpaduan suara  seruling yang sedang ditiup oleh lebih dari satu orang. Tanpa ragu-ragu  sayapun mendekati arah suara tersebut.
![]()  | 
| Belajar bermain suling | 
Sebagaimana terlihat pada gambar diataslah sumber bunyi-bunyian itu  bisa saya dengar. Memang ada beberapa remaja baik putra ataupun putri,  namun kebetulan wajah-wajah yang terlihat dari sudut pandang saya dari  lantai dua TBY adalah beberapa gadis. Ya, oleh karena itulah maka judul  gadis peniup seruling  ini tersematkan.
![]()  | 
| Gadis seruling | 
Saya merasa tertarik lantaran ada rasa bahagia mendengarkan lagu-lagu yang sedang mereka dendangkan melalui tiupan serulingnya.
Nada-nada  seruling itu membuat saya teringat kembali ke masa kecil. Dulu sewaktu  saya kecil seringnya saya hanya bisa mendengar suara suling melalui tiupan teman angon  yang sedang duduk diatas kerbaunya.  Dengan piawai teman tersebut  meniup seruling  dan tak jarang suara yang mendayu-dayu bisa didengar   terramat jauh lantaran terbawa angin persawahan. Lagu gambang suling   adalah lagu yang sering dialunkannya.
Melihat geliat anak-anak muda yang masih mau menekuni alat musik -yang  kalau boleh saya bilang termasuk- tradisional ini, hati serasa senang,  sendu dan haru. Senang karena dengan mendengarkannya kenangan masa ampau  ini begitu mudah terbuka kembali. Sendu karena tak jarang alunan suara  yuang ditimbulkannya seraya mendayu-dayu, sementara haru lantaran  sungguh ketakjuban saya meradang karena masih mampu melihat tak sedikit  kaum muda berkreatifitas demi melampiaskan jiwa seninya. 
.
.
![]()  | 
| Gadis suling | 
Selain gambang suling, lagu Yamko Rambe Yamko sebagai lagunasional yang berasal dari  daerah Papua  sore itu terdengar juga. Mengalun perlahan, namun tak jarang biramanya  juga menghentak layaknya mengetuk urat nadi. Terpana saya menyaksikan  sesi latihannya saja.
Sungguh ini adalah bagian dari budaya nusantara,  dan disubyeki pun di obyeki oleh anak-anak lokal negeri ini. Tak salah  kalau sayapun menikmatinya disatu tempat bernama Taman Budaya, ya Taman Budaya Yogyakarta tepatnya.
'
'
Saya  yaqin bahwa perawatan budaya nusantara sebagaimana yang dilakukan  terhadap alat musik tiup suling (seruling)  ini akan tetap menjadi  adiluhung apabila kita tetap mau mengelolanya. Selain itu saya juga  percaya dengan kemampuan dan keunikan yang ada, bisa saja dimanfaatkan  sebagai satu aset pariwisata dan budaya nusantara  karena hal ini memanglah kekayaan asli kita.   Tak lagi kita khawatir  tentang rasa kehilangan lantaran hak cipta dicaplok oleh negara lain.  Tak lagi kita cemas karena anak cucu generasi penerus tak bisa memainkan  dan menumbuhkembangkan kecintaannya pada budaya leluhur. Jika para anak  muda sudah seperti ini, saya rasa  sudah semestinya birokrasi dan para  punggawa baik executive pun legislative  juga peduli.
Hee yamko rambe yamko aronawa kombe
Hee yamko rambe yamko aronawa kombeTeemi nokibe kubano ko bombe ko
Yuma no bungo awe ade
Teemi nokibe kubano ko bombe ko
Yuma no bungo awe adeHongke hongke hongke riro
Hongke jombe jombe riro
Hongke hongke hongke riro
Hongke jombe jombe riro



0 comments:
Post a Comment