Tuesday, January 10, 2012

Gadis peniup seruling

Gadis peniup seruling. Ketika membaca judul journal ini maka yang saya bayangkan adalah novel berisi cerita seru mengisahkan sesosok gadis pendekar memiliki senjata ampuh berujud seruling.

Dan memang benar, sekilas seperti itulah imajinasi yang terngiang diotak  saya tatkala melihat beberapa gadis sedang berlatih memainkan seruling yang seolah sedang menarikan jemari-jemari lentiknya diatas sepotong bambu.

Berada di Taman Budaya Yogyakarta (TBY) pada Sabtu sore, 7 Januari 2012, pertama yang membuat saya tertarik dan penasaran ingin mendekat adalah bunyi perpaduan suara seruling yang sedang ditiup oleh lebih dari satu orang. Tanpa ragu-ragu sayapun mendekati arah suara tersebut.

Belajar bermain suling
Sebagaimana terlihat pada gambar diataslah sumber bunyi-bunyian itu bisa saya dengar. Memang ada beberapa remaja baik putra ataupun putri, namun kebetulan wajah-wajah yang terlihat dari sudut pandang saya dari lantai dua TBY adalah beberapa gadis. Ya, oleh karena itulah maka judul  gadis peniup seruling  ini tersematkan.

Gadis seruling
Saya merasa tertarik lantaran ada rasa bahagia mendengarkan lagu-lagu yang sedang mereka dendangkan melalui tiupan serulingnya.
Nada-nada seruling itu membuat saya teringat kembali ke masa kecil. Dulu sewaktu saya kecil seringnya saya hanya bisa mendengar suara suling melalui tiupan teman angon yang sedang duduk diatas kerbaunya.  Dengan piawai teman tersebut meniup seruling  dan tak jarang suara yang mendayu-dayu bisa didengar  terramat jauh lantaran terbawa angin persawahan. Lagu gambang suling   adalah lagu yang sering dialunkannya.

Melihat geliat anak-anak muda yang masih mau menekuni alat musik -yang kalau boleh saya bilang termasuk- tradisional ini, hati serasa senang, sendu dan haru. Senang karena dengan mendengarkannya kenangan masa ampau ini begitu mudah terbuka kembali. Sendu karena tak jarang alunan suara yuang ditimbulkannya seraya mendayu-dayu, sementara haru lantaran sungguh ketakjuban saya meradang karena masih mampu melihat tak sedikit kaum muda berkreatifitas demi melampiaskan jiwa seninya. 
.
Gadis suling
Selain gambang suling, lagu Yamko Rambe Yamko sebagai lagunasional yang berasal dari  daerah Papua sore itu terdengar juga. Mengalun perlahan, namun tak jarang biramanya juga menghentak layaknya mengetuk urat nadi. Terpana saya menyaksikan sesi latihannya saja.
Sungguh ini adalah bagian dari budaya nusantara, dan disubyeki pun di obyeki oleh anak-anak lokal negeri ini. Tak salah kalau sayapun menikmatinya disatu tempat bernama Taman Budaya, ya Taman Budaya Yogyakarta tepatnya.
'
Saya yaqin bahwa perawatan budaya nusantara sebagaimana yang dilakukan terhadap alat musik tiup suling (seruling)  ini akan tetap menjadi adiluhung apabila kita tetap mau mengelolanya. Selain itu saya juga percaya dengan kemampuan dan keunikan yang ada, bisa saja dimanfaatkan sebagai satu aset pariwisata dan budaya nusantara karena hal ini memanglah kekayaan asli kita.   Tak lagi kita khawatir tentang rasa kehilangan lantaran hak cipta dicaplok oleh negara lain. Tak lagi kita cemas karena anak cucu generasi penerus tak bisa memainkan dan menumbuhkembangkan kecintaannya pada budaya leluhur. Jika para anak muda sudah seperti ini, saya rasa  sudah semestinya birokrasi dan para punggawa baik executive pun legislative  juga peduli.

Hee yamko rambe yamko aronawa kombe
Hee yamko rambe yamko aronawa kombe
Teemi nokibe kubano ko bombe ko
Yuma no bungo awe ade
Teemi nokibe kubano ko bombe ko
Yuma no bungo awe ade
Hongke hongke hongke riro
Hongke jombe jombe riro
Hongke hongke hongke riro
Hongke jombe jombe riro

0 comments:

 

Copyright © 2011 | Maztrie™ MirrorPot | Ubet Ngliwet, Ngglibet Nglamet | by ikanmasteri