Wednesday, July 27, 2011

Menuju 66 Merdeka, 100% Cinta Indonesia...?

Ketika saya bolak-balik Jakarta-Jogja minggu lalu yang beberapa kali saya jumpai adalah sarung jog (tempat duduk) dari kereta yang saya tumpangi, kereta Taksaka pagi. Sarung jog itu bertuliskan "Gunakan Produk Indonesia Mulai Dari Kita", sementara dibagian bawahnya tergambar jelas tulisan yang terbaca '100% ♥ Indonesia'.

Begitu membaca kalimat yang tertaut pada jog itu ingatan saya langsung saja tertuju pada sebuah iklan yang dahulu acapkali nongol dilayar kaca. Entah sekarang, maklum sudah jarang nongton layar kotak bermesin itu. Ada iklan dari produk Masp*on berslogan 'Gunakanlah ploduk-ploduk Endonesyah'

Jika kita membahas tentang tema yang dipaparkan baik oleh oklan pun yang tertera dalam sarung jog tersebut mungkin memang tak ada salahnya mempropagandakan hal tersebut. Kita yang musti memulai dari diri kita snediri, kita pula yang harus mencintai negeri kita sendiri. Sungguh teramat mulia propaganda itu, selain mampu membuat jiwa patriot tergugah tentu bakal menjadi satu bentuk pengejawantahan diri yang musti tumpah terhadap negeri bernama Indonesia ini.

Namun begitu saya turun di stasiun Tugu, keluar dari peron yang saya baca kali ini adalah lain halnya, nada-nada tuntutan masyarakat Jogja atas hak Keistimewaan masih menggeliat, terlihat dari terdapatnya banyak spanduk yang menggemakan tuntutan tersebut. Meski kalimatnya berragam toh inti tuntutannya sama, Keistimewaan..!

Dilihat dari pokok bahasan tentang keistimewaan ini ingatan saya kembali melekat pada hal ini yang sebenarnya sudah didengung-dengungkan lebih dari sepuluh tahun silam. Dari kebanyakan masyarakat pelosok Jogja seruan ditujuan kepada penyelenggara negara, yang tentu saja masih dalam koridor para punggawa negeri bernama Indonesia ini. Tetapi kenapa lebih dari sepuluh tahun pula hal itu tak ada perubahan kearah perkembangan yang berarti, bahkan justru kalau dilihat dari persepsi umur kemerdekaan negeri ini yang sebulan lagi menginjak angka 66 tahun  justru malah mengalami kemerosotan dan sama sekali bukan berkembang.

Selain mengenai keistimewaan hal yang membuat terngiang adalah pendidikan, dimana ingatan ini muncul sehubungan tanah kelahiranku ini juga dijuluki sebagai kota pelajar. Bagaimana saya tak merasa prihatin dengan perkembangan pendidikan di negeri ini. Sependek yang saya tahu seputaran tahun 1980an lalu Negeri tetangga bernama Malaysia saja banyak mengirimkan anak bangsanya kesini guna  'ngangsu kaweruh' yang selanjutnay diaplikasikan di negerinya. Lalu kenapa saat ini justru kita yang harus berlaku sebaliknya...? Tak pernahkan para penyelenggara negeri ini berpikir dan mengulas ulang hal ini, hal yang sangat krusial sekali mengingat ini adalah investasi jangka panjang demi keberlangsungan serta kemajuan sebuah negeri..?
Teramat bersedih ketika beberapa saat lalu membaca sebuah harian online memaparkan sebuah perjuangan panjang dan melelahkan dari anak rimba di Jambi sana demi mengayuh ilmu agar tak ketinggalan kepandaiannya dengan orang lain.  Tiga hari tiga malam rela dilaluinya sebuah perjalanan yang tak berbekal makanan apalagi pakaian selayaknya...

Tak sampai sebulan lagi negeri ini sudah berumur 66 menjalani kemerdekaannya, akan tetapi melihat fenomena itu teramat jauh kemerdekaan ini dirasakan oleh segenap bangsa. Kemerdekaan hanya terpatri pada mereka yang memiliki kuasa, dimana kemerdekaan mereka itupun justru menjadi terluka karena kemerdekaan yang mereka dapatkan justru dipergunakan untuk menjajah anak-anak negeri. Penjajahan mereka lakukan dnegan senjata bernama korupsi, pemaksaan kehendak, penguasaan hak, dan pengabaian kewajiban melayani.
Abdi salah seotang guru bimbingan Warsi kaget bukan kepalang melihat tiga bocah itu sampai di kantor warsi. Malam itu, ketiga anak ini disuguhi makanan, dan disuruh istirahat di dalam kantor lapangan. Ketika mereka masuk ke dalam kantor, mereka malu dengan tas butut yang mereka bawa, dan memilih meninggalkannya di luar kantor, hanya mengambil isinya, sarung dan benda yang terbungkus dalam sarung itu.
"Ketika dia berjalan itu, sarungnya terlepas dari genggaman Besiap, sehingga buku dan pena dalam sarung itu berceceran, saya benar-benar terharu, ternyata mereka menyusul kami karena masih ingin belajar," kata Abdi dalam perbincangan dengan detikcom, Sabtu (23/7/2011).
Tak ada baju yang mereka bawa, hanya sarung dan buku serta pena. Terbukti malam itu, ketika di suruh masuk ke kamar, anak-anak itu malah menyodorkan bukunya pada Abdi, dan meminta Abdi untuk mengajari mereka membaca.
"Meski sudah menempuh perjalanan jauh dan tidak makan dua hari, mereka masih mau belajar, ya jadilah kami belajar hingga larut malam," terang Abdi[detik.com]  

Sikap untuk menuangkan rasa cinta terhadap Negeri Indonesia mungkin sudah teramat sering kita lakukan, dimana bukti itu tak usahlah terlalu disebut karena kenyataannya ketika ada sebuah bencana pun kesulitan didalam bagian tubuh (daerah) toh kita semua tanpa komando dengan serta merta selalu ringan tangan membantunya. Itu semua tak lain adalah kekuatan cinta, kekuatan sebagai satu anugerah dari cintaNYA pula.

Akan tetapi ketika kita dihadapkan pada satu kalimat awal yang berbunyi 'Gunakan Produk Indonesia Mulai Dari Kita', maka bakal timbul satu pertanyaan, Kita yang mana ini..? Siapkah produk kita dikonsumsi ketika yang sewajibnya peduli (yaitu para penyelenggara negara) membina dan mengawasi mutu ini malah memalingkan mukanya ke tempat lain...? Sok melakukan kunker alias kunjungan kerja padahal entah apa yang dilakukan oleh mereka. BUkankah akar budaya kita ini telah lebih dari cukup kalau hanya untuk belajar, bukankah pembandingnya pun telah berlimpah tanpa harus melakukan study-banding...?

Saya masih teramat cinta dengan negeri ini, namun secara pribadi saya tetap tak mau berpura-pura bahwa saya belum bisa begitu bangga dengan keadaan negeri ini. Apa yang hasru saya banggakan...? Korupsinya...? Sandiwara para punggawanya...? Tak tegasnya [ara pemimpinnya...? Yang saya bisa sikapi tinggallah rasa penghargaan atas BERSATUNYA  para pahlawan negeri ini dalam berjuang mencapai kemerdekaan, meski berbeda pandangan dan acapkali adu-argumentasi namun tujuan utama atas kemerdekaan ammpu menyingkirkan ego dan kepentingan masing-masing.  Saat ini..? Entahlah... [uth]


gambar anak rimba saya ambil dari detik.com

0 comments:

 

Copyright © 2011 | Maztrie™ MirrorPot | Ubet Ngliwet, Ngglibet Nglamet | by ikanmasteri