Sasmitaning ngaurip puniki, mapan weruh yen ora weruha
Tan jumeneng ing uripe, akeh kang ngaku-aku,
Pangrasane sampun udani, tur durung weruh ing rasa,
Rasa kang satuhu, Rasaning rasa punika,
Upayanen darapon sampurna ugi, ing kauripanira
Syair diatas adalah petikan tembang dhandhangguladari serat wulang reh bait yang kedua.
"Sasmitaning ngaurip puniki, mapan weruh yen ora weruha..." Tanda hidup ini apabila tidak dimengerti tidak akan bermakna hidupnya.
Jagat raya yang membujur ini, bagaimana mulanya dan bagaimana pula akhirnya..? Bagaimana angkasa ini berputar dan menampakkan keindahannya bagaikan hiasan emas..? Bagaimana cakrawala ini dibangun..? Apakah rahasia hidup dan mati..?
Semua itu bukanlah suatu kebetulan belaka, kehadiran kita kedunia debu ini bukanlah suatu keterpaksaan, semua telah menjadi ketentuanNYA (Qada' dan Qodar). Kehadirannya penuh hikmah yang tinggi, yaitu untuk Ibadah.
Bukankah sebuah penghargaan cinta tertinggi hanya bagi kita , Manusia dan para Jin karena telah diperintahkan olehNYA, seperti dalam surat Qs Adz Dzariyat: 56-58 (telah ditulis pada blog saya sebelumnya).
Kalau timbul pertanyaan kenapa Malaikat tak termasuk didalamnya..? Ya, Disana memang tak disebutkan yang wajib beribadah adalah juga termasuk Malaikat, karena Malaikat pada hakikatnya Makhluk Allah yang setia setiap saat, nggak ada kemauan untuk menyeleweng dari tugasNYA.
He wong-wong kang padha iman ! Sira padha'a ngreksa awakiradhewe, lan ahlinira saka siksa neraka kang urub-urube manungsa lan watu. Kang dijaga dening para Malaikat kang kereng lan buteg. Ora tau padha nyulayani dhawuhing Allah, ananging padha ngestokake apa kang di dhawohake.
Hai orang-orang yang beeriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakranya dalah manusia dan batu,
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNYAkepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
QS. At-Tahrim: 6
Dengan diberikan kesempatan beribadah berarti diberikan pula kesempatan untuk dapat mencintai dan di cintai. Dua suku kata sebagai 'subyek' dan 'obyek', yang keduanya nggak ada yang dirugikan, nggak ada yang merasa dikurangi atau digerogoti baik yang 'dicintai' maupun yang 'mencintai'. Denagn cinta inilah seseorang yang dicintai menjadi tidak lagi melihat sesuatu kecuali wajah yang mencintaiNYA.
Ukuran cinta seseorang terhadap TuhanNya sesuai kualitas ilmunya tentang rahasia-rahasia Tuhan itu sendiri. Cinta adalah celak, adalah eyebross yang dipakai oleh mata hati, sehingga hati dapat melihat dengan jelas. Begitulah seperti yang diungkapkan oleh Jalaludin Ar-Rumi, seorang penyair sufi besar. Cinta menurut Jalaludin Ar0Rumi mampu menjadikan sesuatu yang buruk menjadi baik, atau setidaknya keburukan menjadi syarat timbulnya kebaikan karena tidak ada yang buruk secara mutlak. Tidak ada keburukan yang sunyi dari hikmah. Timbulnya keburukan menjadi syarat untuk kemudian tumbuh kebaikan dengan cara memeranginya. Keburukan adalah cara untuk dapat mengaku hina dihadapan Sang Penguasa, sehingga muncul upaya menuju kebaikan. Termasuk untuk kesempurnaan cinta, adalah adanya kesatuan kehendak antara yang dicintai dan yang mencintai. Dengan demikian akan terciptalah satu usaha dan upaya (Ikhtiar). Bukan kah telah diajarkan oleh para Nabi & Rasul kita dalam pengucapan do'a, bahwa kita manusia ini hanyalah makhluk yang hina, Robbana dholamna....
Dari sinilah semoga dapat kita temukan arti dari tanda hidup ini, hidup yang pada akhirnya akan menemui kematian, kerusakan (Al-Fana), dimana setelahnya nanti akan berganti baju yang kita kenakan berujud "jasad Fana" ini menjadi mengenakan baju baru bermerk "Al Baqa - Al Khalid" (keabadian) guna bertandang nge'date' kerumah yang kita cintai sewaktu didunia yaitu Allah Swt. Sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha Pemberi dan Mutlak, dimana Dia tidak akan menarik sebuah kenikmatan cintaNYA, melainkan Dia akan mengganti kenikmatan lain yang lebih besar.
Bila Allah menarik kehidupan yang lemah dan penuh penderitaan ini, maka Dia akan memberi kehidupan yang lebih luas, lebih kekal, lebih indah, dan lebih tinggi. Dengan telah mencerna pemahaman ini, semoga kita semua tidak akan pernah takut lagi dalam menghadapi kematian.
Semoga pula kita masih diberi nikmat cintaNYA agar bisa memaknai tanda kebesaranNYA melalui segala ujian duniawi ini. Jabatan, kekayaan, gempa, tsunami, tanah longsor, banjir, dan berbagai macam bencana lainnya adalah hal yang kecil bagiNYA sebagai ujian ketulusan cinta kita kepadaNYA. Masih cintakah kita manusia ini kepadaNYA atau lebih cintakah kita kepada setan-setan duniawi ini..? Sehingga yang terjadi adalah "tan jumeneng uripe", tidak akan bermakna hidupnya.
Kenyataan yang sekarang ini sering kita lihat dan saksikan adalah pertunjukan sikap para tokoh yang merasa bisa dengan dalih dua suku kata ampuh 'percaya diri'. Bagaimana mereka akan tahu tentang rasa kalau yang digunakan hanyalah pikiran saja, bisa mencalonkan diri karena ada dan pencalonan atau karena "trah", keturunan priyayi gung, namun berani sesumbar mempropagandakan "mau mengentaskan wong cilik" . Bagaimana mau mengentaskan wong cilik kalau dia saja tidak pernah mau mencoba mengecap asin, asem dan pahitnya kehidupan jadi wong cilik..?, dari bayi sudah terlanjur dibesarkan oleh 'orang besar'. Pada akhirnya pertunjukan itu oleh orang kampung yang tak pernah mengenyam pendidikan pun di tanggapi dengan reaksi yang agak bahkan sangat sinis, serasa menonton "dagelan" diatas mimbar, mengolok-olok dan mentertawakannya. Bahkan simbok saya yang tidak lulus dari Sekolah Rakyat meledeknya "Wong kok ora nduwe isin - Orang koq tidak tahu malu".
Inilah kekhawatiran Paku Buwono IV lewat tembang dhandhanggula - 2 ini, "akeh kang ngaku-aku, pangrasane sampun udani, tur durung wruh ing rasa"...banyak yang merasa sudah tahu atau paham , tahu tentang 'rasa', padahal belum mengetahui benar tentang rasa sejati.
Rasa kang satuhu, rasaning rasa punika, Rasa sejati berada pada lubuk hati itu sendiri. Urat nadi etaknya menempel pada badan, namun Tahta Tuhan masih lebih dekat lagi dari sesuatu yang menempel itu. Tuhan ada dimana-mana namun hakekatnya Dia adalah Satu, Dia ada didalam tetapi tetap ada pula diluar diri kita, karena yang diluar itu masih berada didalam alam semesta, yang tak bisa didefinisiakan. Lalu bagaimanakah memahami rasa sejati itu sendiri..? Upayanen darapon sampurna ugi, ing kauripanira - Berjalanlah, berusahalah, beribadatlah sesuai dengan yang kau yakini, tidak perlu pindah agama, tak perlu saling menjelekan. Tak ada pemaksaan kehendak. Tuhan Maha Kuasa, Maha Besar, yakinilah itu, maka bisa saja Dia Maujud namun bisa juga tidak Maujud. Terserah MauNYA apa. Kita harus berikhtiar, bukan hanya duduk, diam menunggu datangnya 'rasa sejati', jangan 'ngaku-aku' bahwa sudah "udani", sudah mengetahui tentang rasa. Harus tetap berusaha untuk mencapai keterkaitan dengan Yang Satu. Hidup dalam ruh kekasihNYA. Tujuan manusia sebagai kholifah dimuka bumi ini sekali lagi adalah menyembahNYa, apapun keyakian yang dianut. Menyembah dengan penuh cinta. Mencintai Allah yang berarti mencintai kholifah sebagai MandatarisNYA.
Jroning kuran nggoning rasa yekti, nanging ta pilih ingkang uninga
Kejaba lawan tuduhe, nora kena den awur
Ing satemah nora pinanggih, mundhak katalanjukan, temah sasar susur
Yen sira ayun waskita, sampurnane badanira puniki, sira anggegurua
Dalam Al Qur'an terdapat kebenaran sejati, tetapi hanya yang
terpilih yang tahu, Dan juga yang mendapatkan petunjuk,
hal itu tidak bisa sembarangan. pada bagian yang tersirat
jangan kebablasan, jangan sampai kesasar, apabila engkau ingin
bijaksana, mencapai kesempurnaan dalam hidup, maka bergurulah.
Dhandhanggula - 3
Jroning kuran nggoning rasa yekti. Kebenaran sejati adanya adalah dalam kitab suci (Al Qur'an), bukan hanya sekedar membacanya. Kembali kekitab suci berarti kembali pada ajaran hati, berjalan kedalam diri.
Namung dhumateng Paduka kawula manembah ngibadah,
saha namung dhumateng Paduka kawula anyenyadhong pitulungan
Hanya kepadaMU kami menyembah beribadah,
Dan hanya kepadaMU pula kami memohon pertolongan
Al fatihah - 5
Nanging ta pilih ingkang uninga, kajaba lawan tuduhe, Hanya mereka yang terpilih yang akan mendapatkan petunjuk. Gusti Allah nora sare, Gusti Allah maha Adil. Tuhan memberi kesempatan sama pada semua orang. Tetapi orang pilihan Tuhan sekali lagi adalah yang selalu berupaya, selalu berusaha menempuh kesempurnaan."Upayanen darapon Sampurna ugi". Mereka yang selalu berupaya sudah barang tentu telah mempersiapkan "lahan petunjuknya" itu. Mereka terpilih karena memang mau dan telah siap untuk terpilih.
Nora kena denawur ing satemah nora pinanggih, mundhak ketelanjukan, temah sasar susur. dalam upaya mempersiapkan lahan petunjuk itu tidak bisa sembarangan dan dengan cara yang asal-asalan, apalagi terlalu di telan mentah-mentah bagian-bagian yang tersirat dalam al Kitab tersebut, maka bukan tidak mungkin perjalanan dan usaha yang ditempuh akan kebablasan bahkan sampai bisa kesasar tak ada peta untu pemandu pulan ke RahmatNYA.
Yen sira ayun waskitha, sampurna ing badanira, sira anggegurua. Ibarat seorang bayi kita wajib belajar (diajari) berjalan, berbicara dari (oleh) orang tua kita. Begitu pula dalam kehidupan ini begitu bermakananya sosok seorang guru yang mengajari kita, kehadirannya bagaikan pelita dalam diri, mampu menerangi sisi gelap batin kita.
Semoga kita semua termasuk golongan yang dibeikan petunjukNYA. Guna pencerahan di hari kemudian...
0 comments:
Post a Comment