Thursday, September 25, 2008

menuju kehidupan baru

"Ketika kamu lahir kamu nagis dan semua orang disekeliling kamu tersenyum.Hiduplah dengan hidupmu, jadi ketika kamu meninggal kamu satu-satunya yang tersenyuim dan orang-orang disekeliling kamu menangis"

Romadhan telah memasuki hari yang ke dua puluh enam, yang berarti ajang kompetisi meraih rahmat dan ampunan ini akan segera berakhir pada putaran final hari kemenangan nanti. Alkhamdulillah, Puji Tuhan tahun ini kita semua telah dipertemukan dan dipercaya untuk tampil pada kompetisi 'kebajikan' ini. Karena belum tentu tahun depan kita akan dapat kesempatan berpartisipasi kembali. Dikutip dari pernyataan Cak Nun (Emha 'Ainun Nadjib) bahwa puasa adalah melatih "tidak" sebagai ganti pelampiasan kata "ya" dalam kehidupan kita sehari-hari. Sekurang-kurangnya mampu mengendalikan kata 'ya' tersebut karena manusia lebih cenderung "melampiaskan" daripada "mengendalikan". Padahal keselamatan peradaban, keindahan kebudayaan, tata kelola management, kepengurusan negara semuanya lebih mengacu pada tindak pengendalian daripada pelampiasan. Bukan lantaran dengan alasan 'kemerdekaan' kemudian identik dengan 'pelampiasan'. Inilah peran dari ibadah saum ini. Selain tak makan, tak minum, tak banyak omong... seyogyanya Puasa dapat dijadikan sebagai perjalanan memmasuki kesunyian, menghayatinya, merenunginya, kemudian menemukan nikmatNYA. Selama ini event Romadhan telah kita jadikan peristiwa yang terlalu dilebih-lebihkan dalam koridor-koridor yang tidak semestinya. Awal Romadhan kebanyakan dari kita semua disibukkan dengan berbelanja memborong benda-benda yang dianggap sebagai 'kebutuhan' dibulan Romadhan. Puasa berjalan 5 hari berramai-ramai mengadakan acara bersama teman-teman atau kolega mendatangi tempat penjaja makanan ataupun restoran dengan dalih acara buka bersama. Memasuki paruh ketiga bulan ini berduyun - duyun datang ke pasar atau ke pusat perbelanjaan guna memenuhi anggapan yang disebut dengan 'hari lebaran'. Pakain mewah dan kue yang'wah' pun tak ketinggalan dalam keranjang belanja. Acapkali kita semua lupa akan sebagian rezeki yang seharusnya dijatahkan kepada anak-anak jalanan di emper-emper restoran tempat kita makan tadi, atau para gelandangan dipintu gerbang dan lobby mal-mal tempat perbelanjaan. Kita bahkan menomorsepuluhkan kewajiban zakat dengan berbagaimacam alasan. Semoga bersama Romadhan ini kita dapat menyelinap memasuki bilik "swaraning asepi" atau 'kasyful hijab' sehingga mampu mendengar suara-suara setan dan iblis. Syukur-syukur cukup bersih untuk mampu bersentuhan dengan frekuensi dari suara Tuhan, para rosul dan nabi ataupun aulia. Tanpa kita sadari, sebenarnya telah terjadi kebesaran jiwa dari setan dalam pengakuannya tentang manusia. Bahwa kecerdasan manusia untuk mengotori dirinya sendiri sudah jauh lebih pintar dibanding nenek moyang para setan sewaktu berkeinginan merusak hidup para manusia. Untuk tidak mencuri atau mabuk manusia butuh kitab suci Allah, tak bisa ditemukan melalui nurani dan akal sehatnya sendiri. Untuk tidak korupsi dan menindas rakyat butuh konstitusi dan hukum formal, walaupun belum tentu patuh pada peraturan yang dibuat sendiri tersebut. Kita sedang menghabiskan waktu untuk bermain-main menunggu kematian tiba. Mainan kita namanya pekerjaan, jabatan, pengajian, Tauziah, kebaktian dan berbagai macam aspek dunia yang penuh tipu ini. Yang timbul setelahnya adalah terperosoknya kita kedalam permainan setan yang pada akhirnya ketakutan menghadapi kematian hinggap dalam tubuh kita. Ketika kematian disangkal, kehidupan kehilangan kedalamannya Dengan demikian tidak mungkin bisa memasuki kedalaman-kedalamankehidupan tanpa menyelami kematian. Setiap bentuk ketakutan akan kematian, menjauhkan manusia dari pemaknaan mengagumkan akan kehidupan. Eckart Tolle - Stillness Speaks Marilah kita belajar bersama-sama untuk tidak takut menghadapi kematian ini, kematian jasadi yang akan meninggalkan duniawi penuh tipu dan ke'aku'an, milikku, punyaku, rumahku mobilku, jabatanku, keluargaku, agamaku, . . . Guna menimbulkan senyum dalam kematian sebagai bekal maka harus dimatikan sifat-sifat setan yang ada pada tubuh kita. Ana Pocapan adiguna adigang adigung Pan adigang kidang adigung pan esthi, adiguna ula iku Telu pisan mati sampyoh Sikidang umbagipun angandelaken kebat lumpatipun Pan sigajah ngandelaken geng ainggil Ula ngandelaken iku, mendine kalamun nyokot Iku umpaminipun, aja ngandelaken sira iku Suteng nata iya sapa ingkang wani Iku ambege wong digung, ing wusono dadi asor Ada pepatah adigang adigung adiguna Adigung itu gambaran kijang dan adigang itu gajah,adiguna itu ular Ketiganya mati bersama Gambaran kijang menyombongkan gesitnya melompat, Gajah menyombongkan besarnya badan,
ular menyombongkan bisanya
yang beracun bila mematuk Itulah perumpamaannya, janganlah sombong sepertiitu Bila jadi pembesar dan merasa tak ada yang berani melawan Itulah lambang dari digung sehingga akhirnya menjadi hina Seperti tersebut dalam tembang gambuh 4-6 diatas, hendaklah yang kita bunuh dan matikan dalam kehidupan duniawi ini adalah ketiga gambaran sifat adigang-adigung-adiguna, yang dilambangkan dengan kijang, gajah, dan ular. Telu pisan mati sampyoh, inilah sifat hewani kita. Kijang yang sering menyombongkan gesitnya dalam melompat, dan pintar menyembunyikan badan dibalik semak belukar, gajah memamerkan besarnya badan dan menyombongkan kekuatan, sedang ular lihai menyemburkan bisanya, beracun pula bila sempet terkena gigitannya.
Suteng nata iya sapa ingkang wani iku ambege wong digung, Ing wasana dadi asor. Maka dari itu hendaknya harus mampu kita binasakan ketiga sifat itu karena apabila kesemuanya itu telah mati, kita akan lahir baru, inilah yang disebut dengan 'hari kemenangan', hari yang fitri. Dimana kita lahir sebagai fitrah kita sehingga kan tercapai pula kesempurnaan pada hari kemenangan tersebut, baik kemenangan setelah akhir Romadhan ini ataupun kemenangan di akhir hidup ini.

0 comments:

 

Copyright © 2011 | Maztrie™ MirrorPot | Ubet Ngliwet, Ngglibet Nglamet | by ikanmasteri