Dapatkah aku mencinta sedang yang kupunya hanyalah keikhlasan hati... Bukankah hakekat mencinta adalah memberi... Bagaimana aku bisa mencinta dan dicinta jika aku tak ada harta, tahta apalagi kuasa... Cukupkah yang kan kuberi pada orang yang kucinta hanya hati yang tlah rapuh ini... Yach, mungkin aku memang harus sadar diri untuk selalu menerima tentang 'tidak diterimanya' cintaku ini. Tetapi semoga cintaku pada Tuhan bisa diterima seperti ikhlasnya penerimaan cinta Ibu/Simbok'ku. Tanpa berharap pamrih beliau ikhlas memberi cinta dan merawat aku semenjak keluar dari rahimnya, bahkan mungkin cintanya tlah terlahir semenjak 9 bulan sebelum aku dilahirkan guna menghirup nafas udara dunia ini. Pernah ada kalanya kejujuran ini nggak banyak orang percaya. Sebaliknya, kebohongan malah banyak di terima. Namun akan tidak enak rasa apabila cinta harus dimulai dengan kebohongan dan kepura-pura an. Sebab kebohongan dan keberpuraan tak laim adalah barisan pasukan setan yang tak berujung. Sekali barisan kebohongan terdepan memainkan perannya, maka bakalan diikuti oleh barisan kebohongan berikutnya, Dan begitu pula barisan kebohongan selanjutnya -akan melakukan pementasan kebohongan yang sama juga- Sebagai pelipur lara diri...Menjadi terbiasa ditolak cinta oleh anak manusia mungkin akan lebih baik, walau pahit rasanya... Namun akan manis diujungnya karena disertai bumbu penyedap rasa bermerk "Kejujuran dan ketidakberpura-puraan" Nikmat cintaNYA nggak bakalan habis dan berkurang meski di konsumsi berjuta anak manusia. Semoga dengan rasa cinta yang masih tersisa, akan bisa memanfaatkan CintaNYA sebagai media guna meletakkan 'nilai kebesaran' manusia seperti aku ini. Dengan kerendahan hati (tawadhu') berharap cinta mampu campakkanku di hadapan keagungan Yang Maha Tinggi. Amiieeennn...
Monday, October 20, 2008
aqu, cinta, dan dunia
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment