Saya coba sedikit mencoretkannya disini, namun ini bukan dalam kerangka yang dilihat dengan menggunakan kacamata agama. Lain dari itu semoga sisi kemanusiaan masih ada dan menyertai pada sudut ruangan hati kita semua. Kita adalah ujud manusia sama dengan mereka yang teraniaya. Kita adalah wujud manusia yang butuh makanan, minuman dan obat-obatan sebagai pelepas rasa lapar, dahaga serta penyembuh luka.
Dari sudut pandang manusia, kita ini tak pernah booking selanjutnya melalui proses konfirmasi, jika dirasa DEAL maka akan segera issued. Lain dari itu kita ini terlahir hanyalah sebentuk manusia tanpa embel embel, baik itu agama, suku, dan warna kulit. Bahkan kita tak pernah request untuk mohon dilahirkan lewat rahim siapa, serta di wilayah negara mana.... Kita hanya terlahir sebagai bayi yang bisanya baru sebatas menangis.
Saya rasa keberadaan kita didunia tak ada bedanya seperti itu, semuanya sama.
Jika berpikiran demikian, maka mungkin bisa dibenarkan bahwa kedatangan kita dibumi ini pun bisa dikatakan sebagai tamu, tamu yang cuma sebentar sekedar "mampir ngombe".
Keberadaan tamu sebagaimana dalam budaya (Jawa) yang saya alami sudah semestinya harus di hormati. Ada kalanya bahkan juga musti disanjung laksana Raja.
Dibawah adalah quote seorang Tuan Rumah menghadapi para tetamu yang biasanya diucapkan pada acara resmi tertentu...
Tak peduli tamu itu dari kasta apa, sebagai manusia yang berbudaya tak pandang bulu kita ini tetap dididik untuk selalu bisa menjamunya, walau itu hanya berupa kata per kata.
Penghormatan atas dasar kemanusiaan tercermin diatas dengan tanpa pengecualian. Hanya saja ada satu harapan yang disematkan pada kata-kata sambutan tersebut.
Satu yang tepat untuk di wedhar yaitu mengenai sambutan kedua, ditujukan bagi mereka para pengemban amanah.
Kita mulai dari dalam diri,
Setiap kita adalah memimpin diri kita sendiri, maka mari kita coba untuk bisa dan mampu memimpin dengan mengendalikan diri.
Setelah itu mungkin kewajiban kita adalah memimpin manusia lain dalam satu keluarga. Beranjak ke lingkup yang lebih besar adalah sebagai pemimpin diwilayah kampung, berlanjut ke daerah, dan tak menutup kemungkinan juga memimipn sebuah negara.
Sebagai seorang pemimpin, yang banyak diharap warganya adalah pemimpin yang bisa anggung angegulang telenging cipta murih raharjaning bangsa tentreming swasana, bisa berucap dan mengajar juga mampu mencipta demi berkecukupannya bangsa dengan suasana yang tenteram. Artinya tentram disini bisa dikatakan juga musti melawan ketidakadilan dan kesemena-menaan demi tercapainya keamanan.
Berpikir kembali tentang kejadian didunia luar sana, sepertinya kita pun sudah selayaknya musti mengembalikan ketentraman yang pernah ada.
Tatkala para pemimpin dunia tak lagi bisa bersuara, inilah waktunya kita bisa memimpin diri guna kemaslahatan manusia lain. Melawan kesemena-menaan atas keberadaan manusia yang sebenarnya sudah peduli dengan keberadaan manusia lain. Hanya saja meskipun dalam wujud perlawanan namun tentu saja rasa perdamaian tak boleh ditinggalkan, musti di kedepankan. [uth]
________________
Ilustrasi: pisss...!
0 comments:
Post a Comment