Saturday, June 16, 2012

Memperindah dan Mempermanis kehidupan

Jurnal tentang memperindah dan mempermanis kehidupan ini tertulis selain dengan tujuan berbagi, secara pribadi saya juga berkeinginan menjadikannya sebagai bahan introspeksi dan berkaca pada diri sendiri.
Mempermanis kehidupan ini tertulis lebih karena beberapa waktu lalu saya membaca sebuah catatan menteri yaitu Pak Dahlan Iskan (Menteri BUMN) disalah satu kolom website BUMN-nya. Catatan Pak Menteri tersebut tepatnya berjudul Mbah Surip Lokal untuk Garuda.
Sejatinya memang sejak dulu saya mengidolakan sosok bernama Dahlan Iskan ini, tepatnya saat beliau berhasil memimpin perusahaan surat kabar yang berada dibawah naungan Jawa Pos Group. Namun pengidolaan saya ini agak meredup dan bahkan lebih mengarah "menjauh" ketika Dahlan Iskan mulai menduduki jabatan Menteri.
Alasan "menjauh" tersebut saya terapkan bukan lantaran saya menilai Dahlan Iskan bakal berlaku sebagaimana pejabat lainnya yang lalu lupa pada kewajibannya. Akan tetapi alasan yang saya terapkan lebih pada kehendak menjadi obyektif dalam memandang seorang pejabat yang semestinya melayani, mengayomi dan me"ngayemi" masyarakatnya. Dimana dengan tak lagi terlalu mengidolakannya, maka kesan subyektif adalah hal yang saya harapkan. Bukan hal positif saja yang musti dilihat, sebaliknya, saya bisa lebih merdeka dalam mengkritisinya.
Hanya saja kali ini saya tak mau juga kalau harus terbelenggu pada melulu kritisi yang bersifat "kurang puas", lantaran saya juga musti konsekwen dalam melihat segala sesuatunya yang tak harus melulu pada kulit, namun juga semestinya pada isi.
Ambillah keputusan terbaik yaitu dengan fokus pada tujuan demi kejayaan! Resiko dikecam adalah bagian dari kehidupan yang sangat indah! [DIs]
Quotation di atas adalah kalimat Pak Dahlan Iskan yang tetap masih saya anggap sebagai "isi", dimana saya tak terlalu memikirkan 'sosok' bernama dan berujud 'Dahlan Iskan'. Oleh karenanya kalimat tersebut tetap saya anggap sebagai satu hal yang wajib dicerna, direnungi, dan akhirnya juga musti diamalkan.
Tatkala kita ragu-ragu dan akhirnya hanya beraksi menunda keputusan -apalagi hal itu dilakukan hanya karena takut heboh pun terjadi kasak-kusuk-, maka justru perjalanan hidup kita selanjutnyalah yang bakal menemui kesulitan. Dan selanjutnya ketika hidup ini menemui kesulitan sejatinya bukan kita saja yang menderita, lebih dari itu orang-orang disekitar kita jugalah yang akhirnya turut menangung akibatnya.
Sebaliknya, orang-orang yang pernah mengecam -dan atau memuji- itu toh pada akhirnya tak akan turut menderita, dan bisa jadi mereka para pengecam itu justru menertawakan. Namun biarkanlah, ini negeri demokrasi, jadi tetap memberikan kebebasan pada mereka -para pengecam- untuk berekspresi adalah sikap "kasih sayang" yang tepat dibanding kita musti berpusing-ria membencinya.
Di akhir, saya masih sepakat, bahwa alangkah bahagianya ketika kita mampu menjadikan kecaman-kecaman yang ada sebagai bahan mengingatkan pada diri sendiri. Bukan tanpa sebab, lantaran hal itu  ternyata mampu memberi "pengingat" alias 'reminder'  kepada kita, bahwa hidup ini memang adalah sebuah permainan, akan tetapi akan lebih tepat kalau kita tiada niatan main-main pada kehidupan. Jadi kitapun mau memposisikan diri untuk takut pada permainan pat-gulipat, dimana harapannya kehidupan kita kedepan bisa berguna bagi pihak lain, mampu memperindah dan mempermanis kehidupan lain. [uth]

0 comments:

 

Copyright © 2011 | Maztrie™ MirrorPot | Ubet Ngliwet, Ngglibet Nglamet | by ikanmasteri