Wednesday, June 20, 2012

Lahir rejeki jodoh dan mati

Lahir rejeki jodoh dan mati ada di tangan Tuhan. Kalimat itu acapkali diungkapkan oleh para tetua -utamanya orang Jawa- yaitu dengan istilah 'lair rejeki jodho lan pati aning Gusti'.
Sejatinya saya telah beberapa kali menyinggung mengenai kalimat ini, akan tetapi saat ini saya kembali terusik lantaran beberapa waktu lalu ada yang acapkali terpikirkan dalam mencerna kalimat tersebut, utamanya setelah diskusi dengan seorang teman yang mengungkapkan sebuah kalimat bahwa 'rejeki itu urusan Tuhan, kita sebagai manusia ini gak usah turut campur tangan..!'
Opsss, benarkah murni urusan Tuhan sehingga tiada space lagi buat kita manusia ini mencampuri urusan-Nya..?
Ketika merenungi kalimat berjudul lahir rejeki jodoh dan mati tersebut, ada kehendak saya untuk mengulasnya kembali. Akhirnya timbul satu pertanyaan, 'benarkah harus kita serahkan di tangan Tuhan urusan lahir rejeki jodoh dan mati itu..?
Hemmm, sepertinya terlalu egois dan mau enak sendiri jika hal itu saya lakukan. Dan bahkan lebih dari itu, saya justru nampak menjadi makhluk lemah ketika hal mengenai lahir rejeki jodoh dan mati itu harus saya serahkan di tangan Tuhan. Bukankah kita ini digolongkan sebagai makhluk paling sempurna di hadapan-Nya..?
Oleh karenanya saya lebih mau berpikir bahwa justru kalau mau merunut keadaan sedari awal diciptakan manusia, saat ini bisa jadi Tuhan sedang berproses menyapih kita.
Bukan tanpa alasan saya berpikiran tentang hak 'menyapih' yang dilakukan Tuhan tersebut. Lantaran mengenai rejeki dan jodoh toh tetap dibutuhkan kita sendiri guna menemukannya. Dan bahkan saat ini tentang otoritas kelahiran sedikit demi sedikit toh juga telah diberikan kepada kita, dimana ada perkembangan tehnologi sebagai buah pemikiran manusia telah berhasil memetakan genome system pada wilayah reproduksi.
Merunut proses perkembangan -kepandaian- manusia di atas, saya menyimpulkan bahwa tinggal kematianlah yang benar-benar masih menjadi wilayah otoritas-Nya, dan karenanya saya tak akan pernah memetakan manusia ini mampu mencampuri urusan Tuhan pada wilayah 'kematian' itu. Sehingga mohon urusan kematian lupakan sejenak pada jurnal kali ini.
Sampai di sini, yang terlintas di otak saya adalah pengenai paham 'idealisme' versus paham 'pragmatisme', dimana antara keduanya masih tersedia paham 'realisme' juga.
Istilah idealisme bisa saja dikatakan sebagai sebuah prinsip pemikiran yang tak bisa diganggu gugat oleh sebuah kepentingan untung dan rugi. Sementara istilah 'pragmatisme' lebih pada tindakan 'hitung-hitungan' terlebih dahulu dalam menjalankan sebuah pemikiran yang berujung pada tindakan, dimana kalau dirasa memberikan keuntungan maka orang-orang 'pragmatisme' tak akan sungkan melakukan pekerjaan tersebut. Nah, realisme sendiri saya maknai sebagai sebuah pemikiran yang lebih melihat 'kenyataan' yang harus dihadapi, dimana ada kemungkinan menghitung untung-rugi tanpa harus menghilangkan prinsip yang musti dipegang teguh.
Lalu kenapa pokok bahasan tentang lahir rejeki jodoh dan mati itu harus saya lintaskan pada pemikiran tentang philosophy idealisme, pragmatisme, pun realisme..?
Begini, dalam memikirkan kekuasaan Tuhan atas lahir rejeki jodoh dan mati ini sepertinya tanpa disadari masih sangat kita berlakukan sisi-sisi idealisme, pragmatisme, pun realisme.
Idealisme adalah ketika sebagian dari kita teguh dalam pendirian "mampu" mencari jodoh, menggali rejeki, pun memetakan kelahiran tanpa harus menghitung untung dan ruginya. Yang penting berusaha demi meraih tujuan. Soal hasil, dalam pandangan para 'idealisme' mereka sepertinya yaqin bakal memperolehnya lantaran sudah ada usaha.
Pragmatisme, saya memandang bahwa mereka para pragmatisme ini biasanya bakal menerapkan usaha hitung-hitungan dalam usaha mendapatkan jodoh, menggali rejeki, pun memetakan kelahiran. Ketika dirasa ada keuntungan, atau minimal tak mengalami kerugian, maka mereka dengan senang hati bakal menjalaninya.
Realisme terletak diantara keduanya, dimana ada prinsip yang tak harus dihilangkan, namun tak harus berlaku sakleg berorientasi pada hitung-hitungan. Lebih berpikir realistis dalam usaha memperoleh jodoh, mencari rejeki, ataupun memetakan kelahiran, dimana ada banyak pertimbangan menyertainya. Mereka para realisme ada kecenderungan tetap meyaqini sebuah usaha itu bakal ada hasil meskipun secara hitung-hitungan mengalami minus, lantaran para realisme telah memiliki sebuah 'prinsip' yang mengiringinya, yaitu ketika ada usaha, apapun dampak yang dirasa, ya itulah wujud 'buah' yang dipetik dari usaha tersebut.
Ketika runutan itu ada, akhirnya timbul sebuah pertanyaan lanjutan, masihkah kita akan memposisikan Tuhan sebagai 'biang keladi' sebagaimana yang acapkali diungkapkan oleh para tetua dalam menanggapi ketidakberhasilan kita memperoleh jodoh, ataupun rejeki, dimana para tetua itu sok bijak acapkali mengatakan bahwa "Memang belum jodoh/rejekimu, Tuhan belum memberikannya buatmu..?"
Ahh, alih-alih menyalahkan Tuhan, sepertinya sudah semestinya kita kembali menelusuri pesan Nabi bahwa "Urusan akhirat ikutlah aku, urusan duniawi, umatku yang lebih tahu". Jadi kita sebagai umat manusia telah ada pengakuan "lebih tahu" tentang urusan duniawi termasuk urusan lahir rejeki jodoh itu kan..?
Ini adalah subyektifitas dari saya, jadi saya tetap memerdekakan Anda para pembaca berpikir dengan sisi pandang masing-masing. [uth]
________________________________________________
Lahir rejeki jodoh dan mati ada di tangan Tuhan.

1 comments:

Anonymous said...

asd

 

Copyright © 2011 | Maztrie™ MirrorPot | Ubet Ngliwet, Ngglibet Nglamet | by ikanmasteri