Tak lelo lelo lelo ledhung,
cup meneng anakku sing bagus/ayu rupane, yen nangis ndak ilang baguse/ayune, tak gadhang iso urip mulyo, dadiyo pria/wanita sing utama. ngluhurke asmane wong tuwa, dadiya pendekaring bangsa. Wis cup menenga anakku, kae mbulane ndadari, koyo buta nggegilani, lagi nggoleki cah nangis,
Tak lelolelo lelo ledhung,
cup meneng ojo pijer nangis, tak emban nganggo jarit kawung, yen nangis mundhak bapak bingung.
cup meneng anakku sing bagus/ayu rupane, yen nangis ndak ilang baguse/ayune, tak gadhang iso urip mulyo, dadiyo pria/wanita sing utama. ngluhurke asmane wong tuwa, dadiya pendekaring bangsa. Wis cup menenga anakku, kae mbulane ndadari, koyo buta nggegilani, lagi nggoleki cah nangis,
Tak lelolelo lelo ledhung,
cup meneng ojo pijer nangis, tak emban nganggo jarit kawung, yen nangis mundhak bapak bingung.
***
Nang inang, anakku sayang cup diamlah anakku yang tampan/cantik wajahnya, Kalo menangis terus ketampananmu/kecantikanmu akan hilang, Kuharap kamu nanti bisa hidup mulia, Jadilah pria/wanita yang utama, Menjunjung baik nama orang tua, Jadilah pendekar bangsa. Cup diamlah wahai anakku, lihatlah bulan sedang purnama, seperti raksasa yang menakutkan, lagi mencari anak yang sedang menangis.
Nang inang, anakku sayang cup diamlah anakku yang tampan/cantik wajahnya, Kalo menangis terus ketampananmu/kecantikanmu akan hilang, Kuharap kamu nanti bisa hidup mulia, Jadilah pria/wanita yang utama, Menjunjung baik nama orang tua, Jadilah pendekar bangsa. Cup diamlah wahai anakku, lihatlah bulan sedang purnama, seperti raksasa yang menakutkan, lagi mencari anak yang sedang menangis.
Nang inang, anakku sayang
cup diamlah jangan menangis terus, bapak gendong pake kain kawung, kalo menangis terus nanti bapak jadi bingung
Terngiang tembang dolanan diatas saat terkenang sosok seorang Ibuk (lebih tepatnya biasa kupanggil Simbok), yang saat kumulai tulisan ini jam 3.00 pagi ini beliau mungkin telah terbangun tuk melakukan tugasnya, bukan tugas kantoran yang membutuhkan jam kerja. Hanya tugas yang diemban seorang Ibu demi kecukupan dan bentuk pertanggungjawaban terhadap keluarga, Suami dan anak-anaknya. Juga persiapan beliau pergi kepasar guna menunjang kebutuhan hidup keluarga. (Yach, kebetulan simbok saya adalah seorang pedagang yang jualannya tiap hari berpindah-pindah tempat sesuai hari Pasaran. Ada Pasar Pon, Wage, Kliwon, Legi ataupun Pahing...) kesemuanya yang dijalani dalam pekerjaan seorang Ibu kita yakin akan dilakoninya dengan penuh keIkhlasan tanpa rasa keluh kesah... 10 May, biasa diperingati sebagai Hari Ibu (Mother's Day). Sungguh kalau kita mau merenungi sangat berat tugas seorang Ibu, disamping tentang tugas kesehariannya dalam menyiapkan keperluan anggota keluarga, yang lebih penting adalah tugas seorang Ibu yang memerankan sosok seorang Guru didepan anak-anaknya. Seseorang yang mampu digugu dan ditiru. Kalau Ibunya mengucapkan hal yang kasar, kita yakin anaknya pun tak akan jauh dari omongan yang kasar pula. Begitu pula apabila Ibunya melaksanakan tindakan yang tidak tepuji, tidak menutup kemungkinan anaknya pun akan melakukan pekerjaan tercela juga. Terlintas sedari kecil dalam telinga saya satu tembang dolanan diatas yang sampe sekarang tak pernah aku ketahui siapa nama pencipta tembang dolanan tersebut. Namun ada banyak makna disana yang dahulu seringkali diceritakan orangtua, baik itu oleh Ibu, oleh mBah Putri atau mBah Kakung.Tak lelo-lelo lelo ledhung, cup meneng anakku sing bagus/ayu rupane, yen nangis ndak ilang baguse/ayune, Ditimangnya kita ini dari kecil oleh orangtua kita sambil didendangkan satu tembang pengharapan. Yach, satu pengharapan agar tak selalu menangis dan merengek serta segera "cup" diam apabila telah bisa mengeluarkan isi hati kita melalui tangis. Jangan terbuai oleh tangisan kita agar tetap tegar dan selalu terjaga sebagai orang yang baik budi pekertinya (dibahasakan sebagai "ndak ilang baguse/ayune").
Tak gadhang iso urip mulyo, dadiya pria/wanita sing utomo. ngluhurke asmane wong tuwa, dadiyo pendekaring bangsa. Setelah mampu tegar menghadapi satu persoalan hidup diharap kelak bisa hidup bahagia bermodalkan keteguhan hati menjadi manusia (pria/wanita) yang penuh tanggungjawab sehingga mampu meluhurkan nama kedua orangtua serta tenaga dan pikirannya pun terpilih sebagai pejuang kemuliaan pada satu negara.
Wis cup menengo anakku, kae mbulane ndadari, koyo buta nggegilani, lagi nggoleki cah nangis, Tak hanya berhenti disini dalam menjalankan satu tugas, baik itu tugas keluarga yang musti mencukupi kebutuhannya, maupun tugas negara yang akan dituntut pertanggungjawaban terhadap umatNYA, mungkin akan banyak rintangan yang sesekali musti dihadapi dengan satu rengekan, tangisan, dan permintaan kepadaNYA. Maka pada tembang tersebut kesemuanya itu telah jelas diberikan petunjuk suatu gambaran bulan yang sedang "ndadari" laksana raksasa yang menakutkan. Dan orang yang mengganggu kesenangan si Raksasa tentu saja akan dimusuhi, sedang Si Raksasa tak akan berhenti tuk terus mencari orang yang menangis memohon pertolonganNYA tersebut.
Tak lelo-lelo lelo ledhung, cup meneng ojo pijer nangis, tak emban nganggo jarit kawung, yen nangis mundhak bapak bingung. Pesan terakhir adalah agar 'tetap-teteg', tetep pendirian dalam menghadapi satu cobaan diiringi oleh tembang kasih sayangNYA "tak lelo-lelo lelo ledhung" segera diam dari tangis karena tlah dihangatkan tubuh kita oleh satu "jarit kawung" - kain do'a kekuatan (kawung) sehingga terhilangkan segala kegundahan dan kebingungan menuju keteguhan hati.
Sekelumit tembang pengharapan yang acapkali didendangkan oleh seorang Ibu sewaktu kecil kita menangis semoga mampu menjadi bahan renungan buat kita bersama (khususnya buat saya sendiri). Tulus Ikhlas kuucap makasih buat Ibuku (Simbokku) tersayang dan juga kepada temen-temen kaum perempuan tercintaku, baik yang telah menjadi Ibu atau yang masih berstatus sebagai Remaja Putri. [uth]
From deep in myheart will presented to you the Happiness Cake of Mother's Day "Happy Mother's Day"
0 comments:
Post a Comment