Imbas pada hari ini adalah hal yang sama. Pagi tadi sebenarnya tak begitu sreg kalau harus attend sebuah ritual yang diwajibkan oleh juragan yang memiliki sawah tempat saya angon kebo.
Sekedar menjalani ritual asal alias rubuh gedhang sayapun akhirnya menuntaskan kewajiban tersebut. Saya tak begitu bisa menikmati proses demi proses yang dinamakan medical check up. Namun justru dari sini saya serasa diingatkan kembali, yaitu pada saat menjalani sebuah ritual periksa mata.
Sudah kurang lebih selama sepuluh tahun ini saya harus mengenakan kacamata dalam melapisi pengelihatan agar jelas, namun tetap saja tadi kembali saya memeriksakannya.
Ada hal yang saya ingat mengenai sebuah pengelihatan ini. Tak bisa tidak, saat berjalan menyusuri hidup ini kita harus menggunakan beberapa arah pandangan pada pengelihatan, baik itu pandangan kedepan ataupun sekali dua kali melirik kekanan serta kekiri. Lain itu tak bisa menutup mata juga jika kita pun butuh arah belakang, atas ataupun bawah. Dari sini bisa kita simak bahwa sebuah pandangan ternyata musti kita saring dengan menggunakan kaca, sementara sebagaimana yang sempat saya ketahui kaca dalam memandang hidup itu disebut sebagai kaca paningal.
Berjalan seiring waktu yang menumbuhkembangkan kita menjadi dewasa akhirnya entah dengan sadar ataupun tidak, secara spontan kita pun telah diarahkan menggunakan kacamata hati juga selain mata yang sebenarnya hanya bisa melihat karena bias cahaya ini. Ini semua adalah pemberian alamiah dariNYA.
Tatkala kita mampu memberikan sebuah pandangan yang alamiah ini semoga kita akan mampu menganalogikan bahwa hidup tumbuh dan berkembang secara alami pula. Saat hal ini bisa kita renungi, sepertinya tak menutup kemungkinan segalanya akan kita jadikan satu cermin dalam memandang diri, "ngilo githoke dhewe."
Dengan ini harapan yang ada untuk temen-temen seiman Islam bisa mengartikan kata Islam sebagai tindakan memandang secara pasrah IkhlasLillahita'ala. Dan juga bagi saudara-saudarku umat Kristus bisa memaknai wujud batin yang teduh menyentuh meskipun melihat satu bab yang dikategorikan (oleh mata visual) sebagai penyiksaan ketika ada sosok badan sedang disalib. (maafkan saya kalau pada point ini saya memandangnya salah)
Mohon kelapangan hati juga karena paparan diatas iitu baru bisa memberikan dua tauladan keyaqinan. Bukan masalah keyaqinan yang saya mau jadikan pokok bahasan, namun alangkah lebih bahagianya jika sebuah nilai kesempurnaan atas PemberianNYA itu sampai pada satu pemahaman dihati.
Pada kehadiran rasa kalut di diri ini, ketiadaan sepertinya sering juga menghantui, setidaknya itulah yang saya alami. Jika sudah begini kadang kita (saya) hanya memiliki satu tujuan damai yang diikuti rasa suka, padahal kalau kita bisa menyadari hal itu bakalan berlanjut pada satu penderitaan pada saat damai itu telah tiada, kecewa...!
Harapannya, Semoga kita (saya) bisa menyelami langkah demi langkah beriring waktu demi kata damai dalam kesempurnaan AlamiNYA. Sampurnaning Akarya Jagad... [uth]
silahkan ceklik playlist untuk mendengarkan 'lembah damai' nya Achmad Albar
0 comments:
Post a Comment