Wekss, Apaa...? Jadi akhirnya dia meninggal..? Emang mo menggunakan Upacara adat manaaa..? mBatak ato Jawa..?"
"Gundhulmu..!!!, Ini upacara tujuhbelasan Congg...!!!
"Woalah alahhh, ngomong dong dari tadiii, kupikir upacara kematian...hihiihi..!"
Diatas itu adalah pembicaraan antara saya dan temen yang gawe dibagian HRD atas perintah Juragan. Yaaahhh, akhirnya setelah tahun 2007 lalu sebagai orang yang musti mengikuti Upacara di Istana Depan Monas, kali ini musti attend lagi dalam perhelatan setahun sekali tersebut, upacara TujuhBelasan, hanya kali ini agak lain tempatnya yiatu cukup di area sawah tempat saya angon kebo dan tak perlu ke Istana lagi.
Saya jawab sebagaimana dialog diatas karena kebetulan ada temen yang baru sakit dan dia adalah pejabat a.k.a peranakan Jawa-Batak.
Upacara tujuhbelasan adalah satu ceremonial yang dilakukan sebagai tanda memperingati berdirinya Negara Republik Indonesia ini. Satu negara yang terdiri dari berribu pulau yang terhampar dalam perairan, maka diebut sebagai Nusantara.
Apabila kita berbicara mengenai sebuah Negara, maka hal yang paling pertama diingat adalah syarat berdirinya sebuah negara,
Saya jawab sebagaimana dialog diatas karena kebetulan ada temen yang baru sakit dan dia adalah pejabat a.k.a peranakan Jawa-Batak.
Upacara tujuhbelasan adalah satu ceremonial yang dilakukan sebagai tanda memperingati berdirinya Negara Republik Indonesia ini. Satu negara yang terdiri dari berribu pulau yang terhampar dalam perairan, maka diebut sebagai Nusantara.
Apabila kita berbicara mengenai sebuah Negara, maka hal yang paling pertama diingat adalah syarat berdirinya sebuah negara,
- Memiliki wilayah. Suatu negara dikatakan memiliki kedaulatan penuh apabila ada wilayah yang terdiri atas darat, laut dan udara sebagai satu kesatuan. Untuk wilayah yang jauh dari laut tidak memerlukan wilayah lautan. Di wilayah negara itulah rakyat akan menjalani kehidupannya sebagai warga negara dan pemerintah akan melaksanakan fungsinya.
- Memiliki penduduk. Dibutuhkan adanya kumpulan orang-orang yang tinggal di negara tersebut dan dipersatukan oleh suatu perasaan. Tanpa adanya orang sebagai rakyat pada suatu ngara maka pemerintahan tidak akan berjalan. Rakyat juga berfungsi sebagai sumber daya sebagai generator aktivitas kehidupan sehari-hari.
- Memiliki Pemerintahan Yang Berdaulat. Pemerintahan yang baik terdiri atas susunan penyelengara negara seperti lembaga yudikatif, lembaga legislatif, lembaga eksekutif, dan lain sebagainya untuk menyelengarakan kegiatan pemerintahan yang berkedaulatan.
- Butuh Pengakuan dari Negara lain. Bisa disebut sebagai negara yang sah membutuhkan pengakuan negara lain baik secara de facto (nyata) maupun secara de yure. Sekelompok orang bisa saja mengakui suatu wilayah yang terdiri atas orang-orang dengan sistem pemerintahan, namun tidak akan disetujui dunia internasional jika didirikan di atas negara yang sudah ada.
Dari point pertama sampai dengan ke-empat tersebut masih banyak elemen-elemen yang diwajibkan sebagai pelengkap, sebagai contoh misalnya adalah keberadaan Tentara. Namun yang tak kalah pentingnya apabila kita mengkaitkan dari point satu ke point lainnya baik mengenai ujud manusia sebagai Subyek, Pemerintahan sebagai Predikat, Wilayah sebagai Obyek serta Negara lain sebagai Keterangan maka yang ditemukan tak lain adalah satu rasa, tujuan kebersamaan.
Merujuk pada kata "kebersamaan" ini, kita bangsa Indonesia yang awalnya terdiri dari bermacam-macam kerajaan, suku, adat-istiadat, agama dan budaya maka sesungguhnya sudah terbentuk banyak sekali satu wujud kebersamaan juga kegotong-royongannya.
Sebagaimana saya teringat satu hal yang sempet di dongengkan oleh para pinisepuh dulu mengenai tiji-tibeh. Satu istilah dari leluhur Jawa sebagai kepanjangan arti dari Mati Siji Mati Kabeh, Mukti Siji Mukti Kabeh.
Mati Siji Mati Kabeh, definisinya adalah bahwa dalam usaha bersama demi satu keberhasilan dalam mencapai tujuan dibutuhkan kebersamaan sampai dengan titik darah penghabisan dimana apabila ada patner kerja sudah berusaha secara mati-matian maka hendaknya yang lain pun melakukan hal yang sama. Disinilah kalau orang Jawa bilang lebih pasnya adalah "nggetih" dari kata dasar getih yang artinya darah. Karena jika memang harus mati tak mati sendirian.
Mukti Siji Mukti Kabeh, usaha kebersamaan baik secara moral maupun material ini kemungkinan besar bakalan ada hasil, sehingga berkehidupan layak diakhirnya pun tak menutup kemungkinan akan dinikmati secara bersama, kita semua. Semua dalam kondisi kemuktian.
Merujuk pada kata "kebersamaan" ini, kita bangsa Indonesia yang awalnya terdiri dari bermacam-macam kerajaan, suku, adat-istiadat, agama dan budaya maka sesungguhnya sudah terbentuk banyak sekali satu wujud kebersamaan juga kegotong-royongannya.
Sebagaimana saya teringat satu hal yang sempet di dongengkan oleh para pinisepuh dulu mengenai tiji-tibeh. Satu istilah dari leluhur Jawa sebagai kepanjangan arti dari Mati Siji Mati Kabeh, Mukti Siji Mukti Kabeh.
Mati Siji Mati Kabeh, definisinya adalah bahwa dalam usaha bersama demi satu keberhasilan dalam mencapai tujuan dibutuhkan kebersamaan sampai dengan titik darah penghabisan dimana apabila ada patner kerja sudah berusaha secara mati-matian maka hendaknya yang lain pun melakukan hal yang sama. Disinilah kalau orang Jawa bilang lebih pasnya adalah "nggetih" dari kata dasar getih yang artinya darah. Karena jika memang harus mati tak mati sendirian.
Mukti Siji Mukti Kabeh, usaha kebersamaan baik secara moral maupun material ini kemungkinan besar bakalan ada hasil, sehingga berkehidupan layak diakhirnya pun tak menutup kemungkinan akan dinikmati secara bersama, kita semua. Semua dalam kondisi kemuktian.
Dengan demikian kita akkhirnya bisa mengeri bahwa Hakikat kemerdekaan itu sendiri adalah satu kebersamaan demi kemaslahatan bersama pula.
Dengan dasar yang saya coretkan, mari bersama-sama kita ulas ulang keadaan negeri ini sebagai sesama anaknya Ibu Pertiwi.
Para founding father kita dulu telah membekalkan kepada generasi Ibu Pertiwi ini sebuah pupuk yang tak sepele harganya, yaitu berrupa beberapa paragraf rangkaian kata. Dan yang akan saya coba lampirkan adalah sebagai berikut,
UUD 45 Alinea pertama
Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
UUD 45 Alinea ke-empatBahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia
Point-point kecilnya saja dulu para ruang lingkup keseharian kita yaitu:
- Penjajahan didunia harus dihapuskan,
- memajukan kesejahteraan umum,
- mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dibutuhkan ketegasan kita untuk menghindari sikap semena-mena yang dilakukan oleh orang ataupun bangsa lain. Ini adalah syarat terbaik jika kita tak ingin dijajah, namun kenyataannya anak-anak dari Ibu Pertiwi ini empat hari yang lalu telah mengalami kesemena-menaan dari negeri tetangga kita, dan sayangnya Bapak Negeri ini terlalu leBaY menanganinya.
Pupuk selanjutnya yang berbunyi memajukan kesejahteraan umum, kenyataannya saat ini hanya mampu kita tangisi. Silahkan lihat saja siapa yang sejahtera di negeri ini..? Rakyat pada umumnya kah... atau hanya sesosok manusia yang bisa kita sebut wabil khusus memiliki kuasa...? Memang keadilan hanya Tuhan yang bisa memenuhinya, namun harus sampai sebeginikah keadaan tentang ketidak-adilan ditimpakan atas rakyat dengan sebutan 'wong cilik' di negeri ini...?
Mencerdaskan kehidupan bangsa, hemmmm.... sepertinya saat ini yang boleh cerdas, yang tersedia saran agar menjadi pinter hanyalah bagi mereka-mereka yang mampu membelinya. Orang miskin sudah tak ada hak lagi untuk mengenyam apalagi mengunyahnya.
Pupuk selanjutnya yang berbunyi memajukan kesejahteraan umum, kenyataannya saat ini hanya mampu kita tangisi. Silahkan lihat saja siapa yang sejahtera di negeri ini..? Rakyat pada umumnya kah... atau hanya sesosok manusia yang bisa kita sebut wabil khusus memiliki kuasa...? Memang keadilan hanya Tuhan yang bisa memenuhinya, namun harus sampai sebeginikah keadaan tentang ketidak-adilan ditimpakan atas rakyat dengan sebutan 'wong cilik' di negeri ini...?
Mencerdaskan kehidupan bangsa, hemmmm.... sepertinya saat ini yang boleh cerdas, yang tersedia saran agar menjadi pinter hanyalah bagi mereka-mereka yang mampu membelinya. Orang miskin sudah tak ada hak lagi untuk mengenyam apalagi mengunyahnya.
Silahkan temen-temen menjadikan ini sebagai bahan untuk bisa menerima argumen setuju atau tak setuju, bukankah ini adalah negara berdaulat yang telah berhasil menduduki peringkat ketiga dengan label demokrasinya..?
Yang menjadi harapan dalam alam demokrasi inipun hendaknya para Bapak Negeri dan para punggawanya dalam bekerja bisa menerapkan tema tiji-tibeh, bukan hanya sebatas pintar bermain sandiwara. Ada Sandiwara berjudul LunaMaya, Cuta Tari, dan Ariel namun justru malah dengan hasil ending golnya Dana Aspirasi Rp 15 M, selanjutnya ada Sandiwara dengan pemain Pembantu sebuah Ormas Islam lalu serial Kabar es krim pun langsung menguap, dan masih banyak lagi sinetron serial lain dengan pemain sama.
Tiji Tibeh dalam arti kemerdekaan pembentukan satu negara adalah mati satu mati semua termasuk pemimpinnya. Bukan saja yang berani mati hanyalah yang telah membakar diri sendiri dan diri anak-anaknya, lalu dimana pemimpinnya..? Yang telah kita lihat itu ternyata adalah mukti siji mati kabeh alias mukti satu mati semuanya. [uth]
0 comments:
Post a Comment