Friday, October 15, 2010

[Random Snippets-AIR] segelas air berdaun dadap sirep

Kami adalah tiga bersaudara, entah kesepakatan dari mana semenjak kecil masing-masing dari kami telah memiliki tugas yang musti dilakukan hampir tiap hari. Kakak perempuan tugasnya adalah memasak, sementara kakak lali-laki mencuci piring dan perkakas dapur yang sudah kotor. Karena keluarga kami tak memiliki sumur sebagai sumber air pun belum kuat untuk memasang jaringan instalasi listrik, maka tugas mengambil air disumur milik tetangga menjadi bagian dari kegiatan saya.

Satu hari setelah turun hujan yang sangat deras dan cukup lama, maka air yang ada disumur itu menjadi tak jernih lagi, maklum sumur tersebut tak beratap juga. Sementara pada saat itu tampungan air di gentong sebagai sarana utama dalam melakukan kegiatan di dapur sudah tak tersedia sama sekali.
Demi mengatasi hal tersebut maka dengan bersusah payah bermodalkan sepasang ceret, maka sepulang sekolah saya pergi ke sebuah belik di pinggir sungai (progo) yang jaraknya lumayan mampu membikin kaki pegel terutama bagi saya yang saat itu masih duduk dikelas dua Sekolah Dasar.

Niat awal untuk mengambil air terlupakan sudah karena begitu sampai dipinggir sungai bertemu dengan banyak teman yang serasa senang dan riang sekali mandi ceciblon di sungai tersebut.
Singkatnya saya bergabung dengan mereka.

Tanpa ragu-ragu saya menanggalkan satu demi satu baju dan celana hingga benar-benar berada pada suasana telanjang bulat (oppss, jangan berpikir mesum ya temans). Seperti teman-teman lainnya setelah baju dirapikan dan ditaruh dipinggir sungai yang dirasa aman beserta dua buah ceret disampingnya, maka langkah berikutnya adalah menceburkan diri diair sungai yang mengalir tersebut. Bercanda bersama banyak teman disana sungguh tak terasa telah memakan waktu yang cukup lama.

Hingga tiba saatnya sesosok perempuan yang sangat saya kenal menghampiri sepasang ceret lalu membawanya, baju serta celana yang saya kenakan pun tak luput turut serta digondholnya.
Pada saat itu saya tak begitu menyadari karena sedari melihat sosok perempuan yang tak lain adalah Simbok saya itu justru saya berusaha ngumpet dengan cara nyingklem atau menenggelamkan diri ke dalam air dengan cara semacam menyelam dalam waktu yang cukup lama.
Saya baru sadar karena begitu keluar dan menongolkan diri dari persembunyian tersebut salah satu teman berteriak "eh kae kathokmu digondhol simbokmu lhoo...!" Wowww... dengan tanpa berpikir panjang kali lebar sama dengan luas saya langsung mengambil langkah seribu meneriaki Simbok yang telah berlalu dari pandangan saya. Sambil teriak minta tolong dan terisak suara tangis, saya lari terbirit-birit di setiap jalan pulang yang terlewati dengan tampilan benar-benar telanjang bulat bukan karena menjadi pasien rumah sakit jiwa.
Temen-temen tercintaku semua silahkan kalau mau membayangkannya yaa..! (nyengir...)

***
Sore hari bakda Sholat Isya', sepulang dari pergi mengaji saya menemukan hidangan yang lumayan istimewa karena bagi kami hidangan ini adalah lain dari hari biasanya. Ada nasi tumpeng, telur dadar yang di iris-iris, gudangan (urap), semangkuk sayur kluwih, jajan pasar berujud buah pisang, kacang tanah rebus, dan ada yang lain lagi.

Namun ada satu pasangan makanan dan minuman yang bakal diceritakan oleh Simbok malam itu, yaitu tujuh nampan bubur (jenang) berjenis jenang abang, jenang putih, dua nampan jenang palang, jenang baro-baro (jenang putih yang ditaburi parutan kelapa dan irisan gula jawa), satu cawan berisi separoh jenang abang dan separoh jenang putih, serta satu cawan lagi adalah jenang putih yang juga diselingi sedikit jenang abang.
Sebagai penyanding dan pasangannya ada juga segelas air kopi, air teh dan tak lupa satu gelas air putih yang didalamnya ditaruh selembar daun dadap sirep.

Banyak wejangan dari beberapa simbul makanan yang tresedia itu, mengenai jenang mungkin hanya akan saya singgung sedikit saja, bahwa keberadaan tujuh macam jenang itu dikiaskan sehubungan saat itu adalah hari neptu (lahir) saya, maka sebagai seorang manusia yang terlahir berujud bayi ternyata menurut pemahaman kami orang Jawa ini lahirnya kami ada dan ditemani oleh tujuh saudara, atau ada yang menamakan ini sebagai sedulur papat lima pancer.

Jika teman-teman tercintaku semuanya melihat ini adalah perbuatan musyrik ya silahkan saja, hanya saja saya pribadi berpendapat dan berpikir bahwa orang jaman dulu sebagai awal pencipta karsa akan budaya (tumpengan) ini sungguh tak ada niatan menduakan Tuhan. Semua dilakukan memanglah dalam rangka persembahan, namun bukan berarti itu dipersembahkan sebagai pesaing Tuhan. Lebih dari itu saya berpikir bahwa semuanya ya dipersembahkan buat kami yang masih doyan makan dan minum ini. Toh nyata adanya bahwa pada akhirnya semua hidangan itu habis ludhes kami lalap.

Tentang keberadaan air baik berujud air kopi, air teh, maupun sekedar air putih, semuanya mengandung banyak perlambang dalam kehidupan kita sehari-hari.

Mungkin kita akan berpikir simple tatkala melihat segelas air teh ataupun air kopi, yaitu sebagai bahan yang musti kita minum, sekedar lari keperut.
Namun semoga kita tak berhenti berpikir hanya sampai disitu terutama saat kita memaknai hakikat keberadaan segelas air putih dengan daun dadap sirep diatas.

Sudah kerapkali kita dengarkan sebuah pernyataan bahwa 'air adalah sumber penghidupan', sungguh benar pernyataan itu adanya. Namun pernahkan kita memikirkan secara nyata manfaat air itu bagi kehidupan ini...? Jawabannya saya yaqin bahwa ternyata sangat sedikit sekali kita bisa mensyukuri keberadaan sebuat Zat Tuhan yang bernama air.
Sehari tanpa air bisa menimbulkan kematian dengan diawalinya dehidrasi. Pun sehari tanpa air bakal membuat pusing pedagang air kemasan dalam botol (aqua). Bahkan orang-orang pintar juga telah lupa diri memikirkan keberadaan air dinegeri yang (katanya) berlimpah ini, terbukti tatkala mereka-mereka ini hanya memikirkan untung berbasis profit margin semata tanpa melihat sisi buruk terhadap keadaan alam yang ditimbulkannya. Pembalakan liar marak, penambangan tak beraturan, pun pembuangan sampah dari rumah-tumah gedong menuju selokan sangat mudah kita jumpai di negeri ini.. .
secara kimiawi air dibentuk oleh unsur-unsur api. Hidrogen itu api, oksigen adalah yang memungkinkan api terjadi. Namun kendati unsurnya api, begitu diolah rapi ia menjadi lembut, sejuk dan halus. Ini memberi pelajaran, kehidupan kita boleh penuh api (nafsu amarah, dengki, iri), namun belajarlah mengolahnya agar jadi lembut, sejuk dan halus. Dan puncak kelembutan dan kehalusan ketemu ketika mengerti dalam-dalam hakekat nyepi dan shanti (ketentraman dalam keheningan).

I gde Prama

Senada dengan yang diucapkan I Gde Prama mengenai air yang terdiri dari dua unsur (H2O) yaitu Hidrogen dan Oksigen tersebut. Meski Simbok saya bukan orang pinter dan terpelajar, telah jauh hari beliau sempat menggambarkan keberadaan air putih berisi daun dadap sirep dalam gelas tersebut.
Bahwa hidup kita ini tak bisa jauh dari keberadaan air, banyak hal yang bisa kita ambil inti-sari dari sana. Hati kita ini bakalan bisa menjadi bersih, jernih, tak berasa, dan tak membedakan warna namun mampu memberi nikmat yang dahaga tatkala mampu kita mengelolanya dengan baik. Mampu men-sirep keberadaan amarah pada diri pada saat komposisinya kita tepati.
Mula sira ndang elinga marang tirta mungguh ludira nguwasani aning jiwa
Maka segera sadar(kanlah) dengan (pada) air pada saat darah (kotor) ini memonopoli jiwa

Saran seorang simbok kepadaku adalah bersegera mengambil air (Wudhu) tatkala hati kita mulai dikuasai emosi yang hanya bakal mencengkram diri. Selain mampu mendinginkan suasana otak dan hati pada tubuh ini makna dari air sungguh kaya akan pedoman hidup yang kita lalui.
Ora ana banyu mili mandhuwur
Tak ada air mengalir keatas
Meskipun kita melihat air mancur mengalirnya keatas, namun toh pada akhirnya bakalan turun menuju bawah juga. Itulah peradaban yang sungguh manusiawi sekali. Rendah diri sudah semestinya kita jalani jika kita mengingat keberadaan air yang mengalir ini. Mengalir bersama sampah pun tak menjadi kendala dalam menjalani perputaran roda menuju samudera cintaNYA.

Selain diharap agar ketiga anak-anaknya berperilaku memaknai air, maka sebagai pesan atas wejangan dan wewaler simbok sebelum tidur malamku waktu itu, beliaupun menghadiahkan sebuah tembang dolanan karya Sunan Kalijaga yang kalmat terakhir berbunyi "kanggo sebo mengko sore mumpung jembar segarane mumpung padhang rembulane yoooo surak'o, surak horeee...!" [uth]


____________________________________________________________________________
Tulisan ini saya ikutkan sebagai peserta lombanya CAM VINA yang selama kurun waktu lima tahun menulis di media ngeblog (ngebual, ngejournal, ngegombal) baru pertama kali ini menjadi peserta lomba. Sekaligus sebagai wujud perbuatan nyata (meskipun masih didunia maya) dalam rangka merayakan Blog Action Day hari ini 15 Oktober 2010 dan kebetulan bertema AIR...!

0 comments:

 

Copyright © 2011 | Maztrie™ MirrorPot | Ubet Ngliwet, Ngglibet Nglamet | by ikanmasteri