Friday, March 2, 2012

Siap Siyap..!

Siap Siyap adalah dua kata yang saat-saat belakangan ini telah biasa di ucapkan, memiliki definisi serupa dengan siaga.

Siap atau juga acapkali ditulis dengan menyelipkan huruf "Y" ditengah-tengahnya sehingga menjadi siYap awalnya dulu hanya biasa kita dengar dari suara orang-orang yang tak jauh dari budaya militer. Ketika berbaris selalu mengucapkan Siap, saat menjawab perintah jawabannyapun tak lain adalah Siyap, begitupula tatkala harus menerima incoming call -utamanya dari komandan- tak pelak yang keluar di ujung gagang telpon adalah suara kata Siap juga.

Hal itu sangat menjadi biasa di wilayah kemiliteran utamanya ketika negeri berjuluk nusantara ini sedang berada di era orde baru.


kaki siyap
Kaki-kaki sarana siyap
Ketika Indonesia memasuki era reformasi, segala hal yang berbau orde baru pun sedikit banyak ada yang ditabukan. Salah satunya adalah kata siap sebagai simbolisasi militeristik. Ditabukannya kata "siap" lantaran semua orang juga tahu bahwa ketika orde baru berkuasa toh kenyataannya yang berlaku tak jauh dari pemerintahan militer, dimana kalau itu tetap berlanjut maka pemerintahan yang terjadi tak pelak akan mengarah pada pembungkaman sisi-sisi demokrasi.

Saat awal-awal reformasi itulah sedikit gangguan dialami oleh para penguasa negeri. Apalagi masyarakatpun tanpa butuh perintah tetap melanjutkan aksi penabuan simbolisasi era orde baru, termasuk 'tabu' mendengar kata siap bin siYap tersebut.

Melihat perkembangan yang ada, militer yang kala itu bernama ABRI akhirnya juga berjanji bakal mencairkan diri, banyak rencana dikumandangkan baik intern disisi birokrasi maupun publish ke masyarakat. Yang terbesar adalah pemisahan Polisi dari institusi ABRI, sementara nama ABRIpun berganti kembali menjadi TNI. Sebagai orang awam kitapun bisa melihat bahwa tanpa banyak rujukan toh secara otomatis dwifungsi ABRI menjadi gugur karenanya.

Akan tetapi setelah sepuluh tahun reformasi berjalan, kenyataan yang bisa kita temui adalah justru simbolisasi militer berujud kata 'siap' telah menjadi cair memasyarakat kembali, meskipun sebagian ada yang menuliskannya dengan disisipi huruf "Y" ditengahnya, siYap.

Memang ini adalah laku jaman yang tak bisa dielakkan lagi. Tabiat itu adalah realita yang ada pada sisi-sisi kehidupan bernama 'ranah sosialita'. Yang tak pelak telah terlanjur menjadi enjoy adanya.

Nah, melihat ke-enjoy-an tersebut, ternyata "peluang" adalah sisi yang mampu dimanfaatkan oleh institusi yang dulunya masuk dalam wilayah simbolisasi bernama 'siap'. Dialah institusi bernama Polisi.

Pemanfaatan peluang memasyarakatkan simbolisasi itu misalnya bisa dicontohkan dengan diorbitkannya Norman Kamaru. Walaupun pada awalnya tindakan Norman itu justru akan dikenakan sanksi -oleh sang komandan karena bakat lipsync-nya-, namun toh akhirnya justru setelah menimbang popularitas serta melihat peluang simpati publik, pada akhirnya sang briptu justru diselebritisasi.

Hal lain yang tak kalah menariknya adalah perkembangan berita heboh dewasa ini, yaitu mengenai berita Polisi yang berjudul Polteng alias Polisi Ganteng bernama Saiful Bahri.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa 'pencitraan' itu ternyata tetap dilakoni walaupun harus menggunakan pendekatan secara visual ataupun selebritisasi melalui media massa.

Oleh karenanya ada yang patut dicermati, utamanya sedikit bergesernya sikap "jaim" alias jaga imej menuju arah 'pencitraan'. 

Sehingga sampai disini tak usah kaget sekiranya maskulinitas ala militer yang ada pada masa lalu tidak terlalu mengesankan lagi. Dan selanjutnya tak usah terkejut juga tatkala ada kecenderungan bahwa hal semacam itu juga bakal diarahkan menuju ranah komoditi "tontonan." Lantaran tak bisa dipungkiri bahwa khalayak penontonpun juga lebih suka perempuan cantik, lelaki ganteng, atau pun mereka yang -dianggap- bertampang jelek sekalipun -asalkan mampu membuat tertawa- dibanding sosok yang serius.

Hanya saja sampai disini, saya sebagai warga negeri masih merasa ragu, utamanya pada "rasa tercukupi" sekiranya aparat hanya mencitrakan 'lawakannya' itu. Saya masih tetap mempertanyakan padanan kata "siap siyap", apakah itu sebagai ungkapan kata siaga serta sigap dalam membantu pun melayani warga, atau hanya sebatas pencitraan agar tak dianggap militerisik..?

Pertanyaan itu terungkapkan karena secara pribadi saya masih curiga pada sandiwara yang diperankan oleh para aktris-selebriti negeri yang juga sekaligus sebagai punggawa ini. Sebagai contoh adalah dagelan 'katakan tidak pada korupsi', sementara seri selanjutnya ternyata judulnya sudah berganti menjadi "siap" demi menjawab pesanan berkarung-karung apel Washington.

Pertanyaan akhir sebagai lanjutannya adalah; "Ataukah pekerjaan serius para punggawa negeri itu sudah bergeser menjadi SIAP sebagai pelaku job dagelan pun sinetron serta penyanyi sehingga tidak siap dalam melayani..?" [uth]
__________________________________________
Siap Siyap is inspired from journal which written by Ayu Utami

0 comments:

 

Copyright © 2011 | Maztrie™ MirrorPot | Ubet Ngliwet, Ngglibet Nglamet | by ikanmasteri