Saturday, August 25, 2012

Kemenangan puasa, Lebaran

Sepertinya kita sangat mahfum bahwa Lebaran adalah satu hari yang juga digunakan sebagai simbul sebuah kemenangan puasa. Walaupun memang di sisi lain harus diakui bahwa yang dinamakan hari kemenangan itu tak hanya sebatas pada peringatan berakhirnya ritual Puasa.



sungkeman
Sungkeman
Ya, puasa Ramadhan 1433 tahun ini telah usai beberapa hari lalu, dan Lebaran Idul Fitri juga telah sama-sama kita peringati. Ada banyak hal yang telah dilewati baik dalam menunaikan ibadah puasa pun dalam memperingati hari kemenangan Lebaran. Nah kalau beberapa saat lalu sempet tertuliskan sebuah jurnal bernuansa kontemplasi mengenai yang diperoleh saat puasa, maka sebagai kelanjutan sepertinya tak terlambat kalau kita juga mengulas tentang rangkaian Puasa diiringi peringatan Lebaran.
.

'
Saya mendefinisikan bahwa Idul Fitri adalah hari raya umat Islam. Sementara Lebaran lebih saya pandang sebagai tradisi pun budaya yang diperingati oleh siapa saja, tak sebatas hanya orang-orang muslim.

Tatkala kita mampu memandang Lebaran sebagai sebuah tradisi dimana pengekseksuaian tradisi tersebut dilakukan serempak di berbagai tempat belahan bumi, tentu pada hari yang bersamaan terdapat banyak aneka warna tradisi yang digelar, dimana local-culture tak bisa tidak turut mewarnainya. Sebagai contoh pada peringatan lebaran adalah tradisi masak "opor ayam" ataupun ketupat.
Hari kemenangan Lebaran acapkali didedikasikan sebagai -semacam- syukuran, lantaran telah lolos menjalani ibadah Puasa. Oleh karenanya makanan dan hidangan yang enak menjadi simbul perayaan. Syah-syah saja hal itu terlaksanakan, hanya saja benarkah kemenagan itu secara nyata teraplikasikan dalam hidup kita sebagai "buah" dalam menunaikan beribadah puasa..?

Mari kita baca, kita simak, dan lalu kita merenunginya bersama.

Saya sangat mahfum banyak dari Anda paham benar mengenai bulan Ramadan yang dikategorikan sebagai bulan penuh rahmat serta ampunan. Namun saya rasa masih sedikit yang benar-benar memahami bahwa tradisi berlebihan justru telah menciderai makna Ramadan tersebut. Dalam menjalankan Puasa, tak sedikit dari kita tanpa disadari terlihat takut mati kelaparan. Dimana para pelaku puasa yang biasanya makan sehari dua kali dengan takaran cukup sepiring. namun pada bulan Ramadan ini malah menjadi over. Alasan klise-pun dijadikan "tedheng aling-aling". Sebagai contoh, demi menjaga kebugaran maka sahur dengan hidangan berlebihan dilakukan, dengan alasan mengganti nutrisi tubuh maka segala macam makanan masuk ke mulut dan perut, takut nanti siang kelaparan. Dan mudah ditebak, dalam berbuka akhirnya orang-orang type ini mengadakan hal yang dihari biasanya tak ada dmei berbuka nanti. Benar-benar 'ngeladuk kurang deduga' (serakah tanpa berpikir panjang).

Mulai menunaikan ibadah puasa ada hal yang banyak dirindukan orang banyak, yaitu suasana syahdu. Hanya saja tak sedikit dari kita menjadi salahkaprah memaknainya. Dimana Mushola dan Masjid acapkali mengeraskan suara keluar hingga taraf mengganggu. Padahal kegiatan tak ada putusnya, dari acara bedug sahur, kuliah Subuh dhuhur, ashar, buka bersama hingga tadarusan.

Esensi puasa yang terletak pada sisi "kesederhanaan" terlihat jauh panggang dari api. Hal ini nampak sekali dari suara-suara petasan yang bukan saja mengganggu pihak lain. Lebih dari itu, para pelaku ibadah Puasa yang semestinya mampu memaknai arti kesederhanaan tanpa harus mengumbar hawa nafsu justru telah memperlakukan sia-sia pada rejekinya. Uang tak merasa sayang digunakan untuk membeli petasan yang harganya tak murah.

Alih-alih mau memberikan tontonan, namun hampir semua stasiuan televisi justru tak menyiratkan tuntunan pada acara-acara yang mereka gelar. Sok ndagel tak merasa bersalah padahal kerapkali leluconnya justru bertabiat melecehkan pihak lain.

Dan yang teramat memprihatinkan adalah bertebarannya manusia-manusia xenophobic, yaitu manusia-manusia yang gemar melancarkan kebencian pun tindak kekerasan pada pihak lain tanpa mau memahami lebih dalam hal yang sesungguhnya masih teramat asing dari pemikirannya. Tindakan xenophobia itu dapat dilihat jelas pada siang hari yaitu terdapatnya aksi sweeping terhadap warung-warung makan.Semoga Anda sepakat kalau hal ini saya kategorikan sebagai tabiat dungu. Bukan tanpa alasan jelas saya mengatakan hal tersebut sebagai "tabiat dungu". Saya sangat memaknai ibadah puasa adalah perwujudan menahan diri dari semua perilaku merugikan orang lain -dan diri sendiri-. Namun teramat aneh kalau pada akhirnya justru orang lain yang harus kita minta untuk peduli. Sungguh ironis bukan..? Adalah pemikiran arif yang dibutuhkan, bahwa tak semua orang itu menjadi wajib untuk puasa. Bukan saja pada sebatas mereka yang non muslim, akan tetapi semoga Anda sepakat kalau nyatanya muslim yang sedang berhalangan pun musafir juga masuk dalam kategori tak wajib tersebut.
Menapaki hari-hari akhir Puasa jelang Lebaran, mudik menjadi tradisi yang tak bisa dipisahkan lagi. Pemaknaan tradisi mudik tak jarang jauh dari harapan, dimana para pelaku mudik yang semestinya mampu menjalin kembali tali silaturahmi justru sebaliknya, mereka saling berlomba-lomba adu pamer kekayaan.

Dan akhirnya sampai pada acara kumpul keluarga, acara silaturahmi bertajuk Syawalan pun sungkeman akhirnya bukan lagi bertujuan utama saling memaafkan dan saling merekatkan. Bukan lagi lebar, lebur, luber dan labur. Lain dari itu, acara Syawalan justru acapkali menjadi ajang pembuka lembaran gunjingan baru. Dari kasak-kusuk memperbincangkan suami/istri, sampai dengan pelontaran pernyataan yang terkadang masuk jalur yang bersifat privasi. Tak cukup hanya mengucap salam sugeng riyadi, akan tetapi merasa tak bersalah pun inocent' berulangkali nyeplos mengucapkan "Kapan kawin..?", "Kapan punya momongan..?"

Hal-hal diataskah yang bisa dilihat saat menjalankan ibadah Ramadhan disambung Idul Fitri..? Tentu saja tidak. Kalau begitu pertanyaannya saya ganti, Lebaran itukah yang benar-benar dimaknai sebagai hari kemenangan puasa..? Silahkan Anda menjawabnya, saya merdekakan untuk pro ataupun kontra. Hanya saja ada satu hal yang juga tak boleh dilupakan. Yaitu keberadaan Syetan.

Setan wajib dimasukkan kedalam bahan kontemplasi lantaran ada yang tak bisa kita pungkiri bahwa bisa jadi sesungguhnya setanpun merayakan hari kemenangan pada setiap even Lebaran. Bukankah setan telah merasa terpenjara karena sudah terbelenggu selama satu bulan lamanya..? Jadi kembali pada satu pertanyaan, apakah para pelaku puasa itu adalah juga bagian dari setan yang merayakan kemenangan..? Semoga Anda mampu menemukan jawabannya. [uth]
________________________________________________
An illustration of Kemenangan puasa is taken from Ayu Risti

1 comments:

Anonymous said...

Harrah's Casino Site in Las Vegas, NV - Lucky Club
Visit Harrah's Casino Las Vegas with Lucky Club members to get access to the best luckyclub.live gaming experience in Las Vegas. Play and win real money.

 

Copyright © 2011 | Maztrie™ MirrorPot | Ubet Ngliwet, Ngglibet Nglamet | by ikanmasteri